FUNTOURA – Bali memiliki banyak pilihan wisata, termasuk wisata alam, kuliner, dan budaya. Tidak hanya dikunjungi karena pantainya yang indah dan terkenal di seluruh dunia, tetapi juga memiliki adat istiadat dan budaya yang kuat.
Jika Anda ada rencana berlibur ke Bali, jangan lewatkan ritual adat Bali yang sangat unik ini.
Upacara Adat Bali
Sebagian besar penduduk Bali menganut agama Hindu. Oleh sebab itu, sebagian besar upacara adat di Bali didasarkan pada kepercayaan Hindu.
Berikut ini adalah daftar upacara adat Bali yang paling istimewa dan penuh dengan nilai budaya yang harus Anda lihat ketika Anda berada di Bali.
1. Upacara Adat Ngaben

Upacara Ngaben adalah salah satu upacara adat Bali yang paling terkenal. Ini adalah upacara adatberupa pembakaran jenazah dan termasuk dalam kategori upacara Pitra Yadnya. Maksudnya adalah upacara ini ditujukan untuk leluhur.
Tujuan dari upacara ngaben, di mana jenazah dan simbolnya dibakar dan abu dihanyutkan ke sungai atau laut, adalah untuk melepaskan Sang Atma (roh) dari ikatan keduniawian dengan harapan agar mudah bersatu dengan Tuhan.
Secara umum upacara ngaben yang berhubungan dengan jenazah dibagi menjadi 3, yaitu Ngaben Sawa Wedana, Ngaben Asti Wedana dan Swasta.
2. Upacara Adat Melasti

Upacara Melasti, adalah upacara adat Bali dilakukan oleh semua orang Hindu Bali menjelang hari raya Nyepi.
Upacara Melasti biasanya diselenggarakan di pinggir Pantai Melasti yang letaknya di bagian selatan Pulau Bali. Upacara ini dilakukan untuk membersihkan diri dari segala kejahatan masa lalu dan membuangnya ke laut.
Menurut masyarakat Hindu Bali, sumber air seperti danau dan laut adalah air kehidupan. Upacara Melasti ini membersihkan harta sakral pura selain membersihkan diri sendiri.
Untuk membersihkan dan membersihkan kota, barang-barang tersebut dibawa berkeliling kota.
Masyarakat Hindu Bali terbagi menjadi kelompok berdasarkan wilayahnya. Mereka memakai pakaian putih dan berkumpul di sekitar sumber air, seperti danau dan pantai, selama upacara melasti.
Selanjutnya, para pengiring berkeliling dan menyipratkan air suci kepada semua orang yang datang, serta perangkat peribadatan, dan menebarkan asap dupa untuk mensucikan.
3. Upacara Saraswati

Hari Raya Saraswati adalah hari di mana Ilmu Pengetahuan turun dari langit. Di Bali, umat Hindu Dharma merayakannya setiap 210 hari, menggunakan kalender Bali pada hari Sabtu, Umanis, dan Watugunung. Pada hari Saraswati, Dewi Saraswati, yang dianggap sebagai Dewi Pengetahuan dan Seni, dipuji.
Setiap hari Saraswati, siswa biasanya sibuk menyiapkan upacara sembahyang di sekolah mereka masing-masing. Setelah itu, biasanya siswa pergi sembahyang ke pura. Selain itu, pura Jagatnatha, yang terletak di pusat kota, adalah yang paling disukai.
Semua buku, lontar, dan alat tulis diletakkan di tempat tertentu untuk diupacarai di sekolah, pura, rumah, dan perkantoran. Sebuah legenda mengatakan bahwa pada hari Saraswati orang tidak boleh menulis atau membaca.
4. Omed-omedan

Di daerah Banjar Kaja Sesetan, Denpasar, terdapat tradisi khusus perayaan Hari Raya Nyepi. Tradisi Omed-omedan, ritual saling peluk dan tarik-menarik antara dua kelompok remaja, dilaksanakan setiap tahun di hari pertama setelah Nyepi.
I Gusti Ngurah Oka Putra, penglingsir dari Desa Sesetan, mengatakan bahwa omed-omedan ada sejak abad ke-17 dan masih ada hingga hari ini. “Omed-omedan” berasal dari kata “omed”, yang berarti menarik, menurut pewaris Puri Oka, Ngurah Bima.
Tradisi ini membagi pemuda lokal menjadi dua kelompok: pria (teruna) dan wanita (teruni). Sebelum ritual tersebut dimulai, seluruh peserta terlibat dalam upacara persembahyangan bersama di Pura Banjar.
Dalam persembahyangan bersama, mereka memohon kebersihan hati dan kelancaran selama ritual omed-omedan. Setelah upacara sembahyang, ada tarian barong bangkung, atau babi hutan. Ini dilakukan untuk mengingat peristiwa sepasang babi hutan datang ke desa ini.
5. Upacara Otonan

Otonan adalah upacara kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Bali, dilakukan bersamaan dengan Sapta Wara dan Panca Wara, berdasarkan kelahiran pada Wuku kalender Bali.
Secara harfiah, Upacara Otonan yang dilakukan oleh masyarakat Hindu Bali dapat dianggap sebagai perayaan ulang tahun. Hanya saja, arti ulang tahun menurut kepercayaan mereka berbeda dengan cara orang umum memahaminya.
Didasarkan pada hitungan weton yang ada dalam budaya Jawa, upacara Otonan di Bali dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur manusia kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Setelah tiba di Bali, kata weton berubah menjadi oton, yang artinya secara literal adalah kelahiran atau menjelma ke dunia.
Upacara ini dilakukan sejak seseorang masih bayi berusia 210 hari dan dilakukan secara teratur hingga dia meninggal.
6. Mesuryak

Di Kabupaten Tabanan, Bali, ada tradisi unik yang disebut tradisi Mesuryak yang masih dilakukan secara turun temurun.
Upacara ini dilakukan pada Hari Raya Kuningan (10 hari setelah Galungan) setiap enam bulan sekali. Tujuannya adalah untuk memberikan persembahan atau bekal kepada nenek moyang mereka yang pergi pada datang ke bumi pada hari raya Galungan dan kembali ke nirwana di hari raya Kuningan.
Upacara ini dimulai sekitar pukul 09.00 pagi dan usai sekitar pukul 12.00 siang, karena dipercaya bahwa para leluhur akan kembali ke surga setelah pukul 12.00 siang. Tradisi Mesuryak (bersorak) adalah kebiasaan yang sudah ada sejak nenek moyang dan terus berlanjut hingga saat ini.
Orang-orang dari semua usia, termasuk tua, muda, dewasa, dan anak-anak, bercampur baur untuk memperebutkan uang, berteriak “mesuryak”, senang, dan suasana riang, bahkan ketika mereka bertengkar, sehingga menciptakan keakraban di antara warga.
Uang kepeng dulunya digunakan dalam tradisi ini, tetapi saat ini menggunakan uang kertas dan logam.
Memberikan bekal kepada leluhur membawa kegembiraan dan ketenangan di alam surga adalah makna dan tujuan dari tradisi Mesuryak ini. Memberikan bekal kepada leluhur adalah inti dari tradisi Mesuryak secara niskala. Bekal adalah persembahan atau sesajen.
Secara skala, makna Tradisi Mesuryak adalah memberikan uang dalam bentuk bekal. Mereka percaya bahwa memberi bekal kepada leluhur akan memiliki hasil yang sama untuk orang yang lebih muda.
7. Mekare-kare atau Mageret Pandan

Acara ini termasuk upacara adat bali yang terkenal. Upacara mekare-kare dilakukan untuk menghormati para leluhur dan Dewa Indra, yang merupakan Dewa Perang.
Mereka bertempur melawan Maya Denawa, seorang raja raksasa yang kuat dan otoriter yang tidak memperbolehkan rakyat untuk menyembah Tuhan. Berbeda dengan kepercayaan Hindu Bali lainnya, Tenganan menghormati Dewa Indra. Mereka melakukan upacara Pandan untuk menhormati Dewa Indra.
Dalam upacara perang pandan ini, para lelaki berperang satu sama lain dengan senjata berupa pandan berduri yang menyerupai gada yang digunakan dalam peperangan.
Perang pandan dirayakan pada bulan kelima kalender Bali dan berlangsung selama dua hari. Perang berlangsung singkat selama sekitar satu menit dan dilakukan berulang kali selama tiga jam.
Setelah perang berakhir, mereka membantu satu sama lain mencabuti duri pandan dan memberi obat dari daun kunyit dan sirih. Upacara ini tidak meninggalkan kesan permusuhan sama sekali.
8. Upacara Mepandes

Jika seorang anak di Bali sudah dewasa, mereka harus melakukan Upacara Mepandes.
Upacara Mepandes, juga dikenal sebagai upacara potong gigi, merupakan pembayaran hutang orang tua kepada anak mereka karena mereka telah menghilangkan enam sifat buruk manusia dari dalam diri mereka.
Dimulai dengan mengikis enam gigi bagian atas, ritual diharapkan akan mengurangi sifat buruk seseorang dan selalu berbuat baik.
9. Tumpek Landep

Hari raya tumpek landep dirayakan dalam 210 hari sekali dalam kalender Bali karena jatuh setiap Saniscara atau hari sabtu Kliwon wuku Landep. Dengan kata “Tumpek”, yang berarti “bertemu” dan “Mpek”, yang berarti “akhir”, Tumpek adalah hari di mana Panca Wara dan Sapta Wara bertemu, dan Kliwon mengakhiri keduanya. Sedangkan landep memiliki arti tajam atau runcing, jadi mereka diupacarai untuk pusaka dengan sifat tajam seperti keris.
Diartikan dengan tegas, Tumpek Landep mengandung filosofi: itu adalah landasan untuk penajaman, citta, budhi, dan manah. Oleh karena itu, masyarakat selalu bertindak berdasarkan kejernihan pikiran dan nilai agama. Orang-orang dengan pikiran yang suci dapat memilih mana yang benar dan mana yang salah.
Tumpek landep adalah titik awal untuk mulat sarira atau introspeksi diri yang bertujuan untuk memperbaiki karakter sehingga sesuai dengan ajaran agama. Umat harus melakukan persembahyangan di sanggah atau merajan serta di pura selama rerainan tumpek landep. Mereka memohon kepada Ida Bhatara Sang Hyang Siwa Pasupati agar mereka memiliki pemahaman yang tajam sehingga mereka dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, pusaka warisan leluhur dibersihkan dan disucikan selama rerainan tumpek landep.
10. Upacara Ngurek

Jika Anda melihat upacara adat adata yang lain di Bali, yang terakhir ini adalah salah satu yang paling ekstrem. Pada upacara ini, anggota masyarakat yang terlibat akan menusukkan keris ke tubuhnya.
Tradisi ngurek Bali melakukan ritual ini sebagai persembahan tulus kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Ini bukanlah sekedar kegiatan biasa karena memiliki unsur magis dan sakral.
Ritual ini menggunakan keris yang tajam. Selain itu, orang-orang yang ingin mengikuti tradisi ngurek Bali pada orang yang tidak ditentukan terlebih dahulu. Ada peserta yang melakukan percobaan menusuk dada, perut, kening, atau alis selama upacara.
Penutup
Itulah daftar upacara adat di Bali yang tidak boleh Anda lewatkan ketika berkunjung ke Pulau Dewata, Upacara Adat Bali diatas sangat terkenal bahkan hingga mancanegara.
Bagi Anda yang ingin melihat keunikan upacara adat Bali yang sudah diuraikan di atas, sebaiknya Anda datang pada waktu yang tepat. Cara pesan tiket pesawat online bisa Anda klik di sini.
Referensi : Tripcetera